I guess i got a “cabin fever”.

Andi R
3 min readOct 18, 2020

Hampir sebulan karantina lagi akibat lonjakan kasus korona, jakarta masuk ke fase transisi lagi. Menghabiskan terlalu banyak waktu didalam ruangan secara perlahan memunculkan hobi baru yang baik buat gue contohnya memasak, berjejaring lebih banyak via internet dan lebih banyak berbicara dengan diri sendiri.

Ada suatu hal yang jangal yang gue sadari dari diri gue. Motivasi dan disiplin gue menurun, sebelumnya gue selalu semangat untuk menjalankan ritual pagi gue yaitu 15 menit HIIT dipagi hari jika ada teman gue jogging pagi dilanjutkan dengan priming di balkon walaupun priming di balkon pun tidak begitu konsisten tetap saja semangat gue gak sebulat masa-masa sebelum psbb ini terutama setelah sekian bulan membatasi diri gue untuk keluar dan sejujurnya gue udah gak mau ngitung berapa banyak waktu yang gue habiskan indoor melulu.

Luckily, i still have people to talk to and i find a particular person to be helpful the most. She was a distant good friend yang saat ini tidak berada di indonesia, gue mencoba untuk kembali terhubung dengan dia melalui nomor lama yang ternyata masih digunakannya walaupun berada di luar negeri, she is @maharani. A good friend yang bisa memberi gue joy of talking which is hard to come by if you expect genuinity in it. So this post is also an appreciation to her who able to provide me the joy.

Kebanyakan waktu yang gue habiskan untuk berbicara dengan diri sendiri terkadang menjadi hal yang toxic bagi gue. gue pun menyadari itu sehingga ada beberapa exercise yang rutin gue terapkan yaitu “Verifikasi Pikiran Lu”, gue ingat banget kalimat di #flowship “a reality and the reality” menyadari itu gue paham bahwa gak semua pikiran gue itu betul, however human tend to be very critical towards himself ditambah lagi karena volume sosial distraction gue gak sebanyak sebelumnya dan kerjaan gue tend to be minimal (obviously due to covid restriction) gue lebih banyak memikirkan possible outcome daripada menikmati proses (and tbh menikmati proses semakin hari-semakin sulit).

“PARAH !” teriak gue.

Parah! adalah satu kata yang mengambarkan kecemasan dan kekecewaan gue terhadap disiplin yang gue terapkan ke diri sendiri. Selama beberapa hari gue mencoba memverifikasi pikiran gue dengan berbicara ke beberapa teman dan menikmati hiburan bersama keluarga sampai suatu titik gue menemukan apa yang namanya “seasonal depression” atau “cabin fever”.

Apakah gue memiliki cabin fever? Yea, it looks like it namun setelah gue baca dan melakuakan all the mentioned solution. gue tetap merasakan hal yang sama namun harus gue akui bahwa komitmen jam kerja yang tidak sama seperti dikantor menggangu ritme tubuh gue dan itu ga bagus buat gue.

Uniknya adalah saat gue mengenali apa yang gue alami, gue lebih nyaman dan lebih fokus melakukan hal yang gue anggap dapat membantu gue keluar dari cabin fever tersebut. Sebelumnya gue menghabiskan weekend di dalam kamar aja akhirnya gue memberanikan diri bermain di salah satu taman di menteng dengan tetap menjaga jarak. (It was crowded)

Frankly speaking, lush scenery, fresh air, motions of people, a bottle of hot milk tea and a concrete bench to sit helps me to write comprehensively apa yang ada dikepala gue. Biasanya gue mumet jika ketemu layar sekarang tidak lagi! Perhaps karena gue mengetik sambil melihat hijau-hijauan dan hal-hal yang gue sebutin diatas membuat gue lebih semangat dan senang although in an incremental way.

Ah. Ternyata kita emang gak boleh jauh dari alam, it keeps my sanity intact and healthy dose of laziness yang menurut gue lebih baik daripada rebahan atau depan layar terus.

Have a blissful day people and do find your way to your nearby green park.

--

--

Andi R

Living minimal to get by. Spending 8 hours on weekday geeking on BIM, polishing life clarity and intentions.